ANALISIS PERATURAN DAERAH BERMASALAH TERKAIT DENGAN PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DI KABUPATEN KLATEN
Disusun
oleh:
Winda
Indah Wardani
8111417261
Dosen
Pengampu:
Eko
Mukminto, S.H, M.H
Fakultas
Hukum
Unversitas
Negeri Semarang
2018/2019
Indonesia
ialah negara hukum. Segala sesuatu diatur dalam peraturan perundang-undang demi
menciptakan kepastian hukum. Dan kepastian hukum berlaku sama untuk semua orang tanpa memandang ras, golongan, agama, maupun suku. Begitu pula hak yang sama
dimata hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945, yang menjelaskan adanya pengakuan terhadap prinsip persamaan bagi
seluruh warga negara tanpa kecuali.serta yang tidak kalah penting, Manusia
sebagai insan dan sumberdaya pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Upaya pembangunan ini ditujukan guna kepentingan seluruh penduduk
tanpa membedakan jenis kelamin tertentu.
Dengan
mengikuti prinsip persamaan hak dalam segala bidang, maka baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai hak atau kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perjuangan dalam mencapai
kesetaraan dan keadilan yang telah dilakukan sejak dahulu, ternyata belum dapat
mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan untuk dapat sejajar dengan kaum
laki-laki. Adanya Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan dan perlindungan
perempuan,seharusnya dapat memberikan tanggungjawab kepada Pemerintah Daerah
mulai dari pencegahan terjadi tindak kekerasan hingga penanganan korban tindak
kekerasan. Dalam implementasinya Pemerintah Daerah bekerja sama dengan instansi
pemerintah, pemerintah daerah lain dan masyarakat.
Namun kondisi yang terjadi pada saat ini terdapat
kecenderungan pembentukan peraturan perundang-undangan di Daerah secara
berlebihan tanpa melihat dan disesuaikan dengan arah prioritas pembangunan
nasional dan kebutuhan konkret masyarakat. Hal ini mengakibatkan jumlah
peraturan daerah menjadi semakin banyak (hyper regulations). Gejala hyper regulations ini masih ditambah dengan rendahnya kualitas sebagian
besar peraturan daerah yang ditunjukkan antara lain melalui ketidaksesuaian
antara pilihan jenis peraturan perundang-undangan dengan materi muatan yang
diaturnya, tumpang tindih, inkonsisten, pertentangan dan multitafsir antar
peraturan perundang-undangan baik yang sejenis/setingkat maupun dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Gejala over regulation yang ditunjukkan melalui
pembentukan.
Pemenuhan
hak konstitusional dan perlindungan hak asasi perempuan terhadap pemberdayaan
dan perlindungan perempuan merupakan salah satu nilai yang tertuang dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perempuan sangat berperan dalam
menciptakan kelangsungan generasi yang berkualitas sehingga memerlukan rasa
aman dan kepastian hukum dalam perlindungan. Perlindungan perempuan sudah ada
sejak diratifikasinya konvensi mengenai Penhapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Wanita (CEDAW). Kemudian dituangkan dalam undang-undang no. 31 tahun 1999
tentang hak aasi manusia. Dan lebih khusus diatur dalam undang-undang no. 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Menurut
Peraturan Menteri Pemberayaan Perempuan dan Anak No. 6 tahun 2015,
Sistem
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah keseluruhan proses
penyelenggaraan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang dilakukan
secara komprehensif, inklusif dan, integratif mulai dari tahap pelayanan
penanganan laporan/pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial,
penegakan dan bantuan hukum, sampai dengan pemulangan dan reintegrasi sosial
bagi perempuan dan anak korban kejahatan dan kekerasan ke lingkungan sosialnya.
Tujuan
daripada sistem pemberdayaan perempuan ialah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan,
anak, dan kualitas keluarga, memberikan perlindungan hak perempuan dan
pemenuhan hak anak termasuk perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk
kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya. Dalam rangka menyelenggarakan
tujuan tersebut dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya-upaya
tersebut diaksanakan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai
dengan desa/kelurahan dengan membentuk Gugus Tugas Perlindungan Perempuan dan
Anak.
Sehingga
Peraturan aerah sangat diperlukan dalam pelaksanaanpemberdaaan dan perlindungan
perepuan sampai tingkat desa. Di kabuatenlaten hal tersebu sudah diaturdalam
Peraturan Daerah Kabupaten Klaten no 17 tahun 2018 entang Pemberdayaan dan
Perlindungan Perempuan. Secara materi pemberdayan perempuandalam perda tersebut
meberikan jaminan pemenuhan hak perempuan di bidang pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, ekonomi,jaminan social, dan bidang poltik serta pemerintahan.
Pokok
problematika dalam perda disini ialah tidak ada tindak lanjut aturan pelaksana dari
perda. Padahal isinya mengamanatkan untuk ketentuan lebih lajut diatur dalam
peraturan bupati (perbup). Contoh pada pasal 6 angka (2) Perda Kabupaten Klaten
no 17 tahun 2018 bahwa pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja perempuan
wajib memberikan kesehatan,keselamatan terhadap perempuan. Selanjutnya di angka
(3) sarana jaminan kesehatan berupa pemberian ruang ASI, menyediakan pelayanan
kesehatan ditempat kerja, dan memberikan cuti tiga bulan bagi perempuan yang
telah melahirkan. Ketentuan dalam pasal (2) apabila dilanggar dikenai sanksi
administatif yang kemudian akan diatur lebih lanjut dalam peraturan bupati.
Namun, sampai pertengahan tahun 2019 peraturan bupati belum ada. Sehingga perda seperti ini
tidak operasional.
Terlebih
lagi Perda tidak berpedoman pada Peraturan Menteri Pembedayaan dan Perlindungan
Perempuan dan Anak. Muatan perda hanya berisi pemberdayaan perempuan di beberapa
bidang dan perlindungan perempuan secara umum tetapi tidak menjelaskan upaya-upaya
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitative. Sehingga sebenarnya secara
isi tidak lebih rinci dari Permenppo. Hal tersebut membuat perda ini menjadi
tidak efektif.
Seharusnya
perda menjadi tindak lanjut dari peraturan diatasnya yang mencangkup kearifan
local daerah masing-masing untuk kemudian berisi program yang lebih inovatif untuk memberayakan perempuan terutama sampai tingkat desa. Diperlukan evaluasi dan
monitoring perda kabupaten oleh provinsi dalam menjaga keharmonisan peraturan
daerah.Sehingga
peraturan daerah tersebut dapat dilaksanakan,efisien, efektif, dan tepat
sasaran. Dan
pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas perempuan serta perlindungan perempuan
dapat terwujud.
Daftar Pusaka
Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Tentang Hak Aasi Manusia.
Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Peraturan
Menteri Pemberayaan Perempuan Dan Anak No. 6 Tahun 2015.
Peraturan
Daerah Kabupaten Klaten No 17 Tahun 2018 Entang Pemberdayaan Dan Perlindungan
Perempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar