Capek Skripsi Part 2
“ketika ada energi lakukan sekarang, sekecil apapun langkahmu, mulai dari sekarang jangan menunda”
bu Ratih (dosen ITS)
Quotes
ini baru aku tahu setelah melalui satu tahun perjalanan mental yang melelahkan
untuk menemukan arti kebahagiaan diriku sendiri. Perjalanan batin ini dimulai
dengan skripsi. tugas akhir yang ketika mengawalinya membuatku merasa aku bukan
apa-apa. Ekspektasiku ketinggian, pengen bikin karya luar biasa, pengen yang
bener-bener dari usaha ku, pengen jadi karya terakhir sebelum lulus, dll.
Mulanya aku berada pada titik aku sudah ketinggalan dari teman-temanku, mereka
sudah bikin SK, udah mulai bimbingan, sedangkan aku masih mengurus organisasi
sampai akhir tahun 2020. Pikiranku ngga fokus, terlebih dengan topik
perbandingan yang aku sama sekali ngga bisa bahasa inggris. Masih bingung siapa
yang mau jadi pembimbingku. >_<
Aku mau membandingkan Indonesia
dengan New Zealand, karena New Zealand adalah negara terdamai dan aman di
dunia. Tetapi ngga ada garis hubungan yang bisa ku pahami, sama-sama beda sistem
hukum, beda bentuk institusi, NZ mirip model Amerika sedangkan Indonesia mirip
dengan Korea Selatan. Mulailah dari november sampai desember ku mencari negara
yang memiliki kemiripan dengan Indonesia. Dari Belanda, Jerman, Rusia, Eropa
Timur, Jepang, Malaysia, Singapura, Belgia, pencarianku berakhir di Thailand.
Ini proses yang panjang ada perasaan seru karena aku seperti menjelajahi
berbagai konstitusi di dunia, belajar jati diri negara melalui undang-undang
dasarnya yang mau nda mau harus melihat profil negara tersebut. Di sisi lain
sering overthinking dengan apakah aku mampu, apakah ini cuma keinginan sesaat
untuk buat karya wow, atau menyalahkan diri sendiri yang ngga paham-paham sama
alur topikku.
Sampai akhir tahun, aku mengikuti
webinar yang salah satu pembicaranya_ku lupa siapa_ berkata bahwa kunci skripsi
ada di pengendalian dan adaptasi diri. Factor terhambatnya skripsi lebih
didominasi karena factor diluar skripsi, beliau mencontohkan dengan orang yang sensitive
dengan suara music yang keras di kos, sehingga kurang focus atau ada masalah
keluarga,dll. Hal yang belum ku sadari bahwa mungkin saja itu bisa terjadi
padauk, yang ku kira masalah yang mungkin hanya lah materiku yang cukup rumit
dan perlu usaha lebih untuk mengerjakannya. Sampai awal januari 2021 saat
banyak orang membuat resolusi untuk tahun 2021, aku tak melakukannya. Aku sibuk
memikirkan apa yang harus ku lakukan, mulai darimana, dan bagaimana
mencapainya. Ya ujung-unjung nya itu doang, pusing. Haha
Aku bersyukur ketika aku mentok ngga
tau harus bikin apa dan mulai darimana. Dosen pembimbingku menghubungi dan
ngasih arahan. Dan aku mulai menelusuri skripsi kating yang menggunakan metode
perbandingan. Singkat cerita selama 3 minggu aku selesai sampai bab 3 di
pertengahan februari. Setelah acc SK dan proses isi sitedi ku mendaftar toefl,
sambal belajar tiap hari liat youtube dan belajar mandiri dari ebook. 17 maret
nilai toeflku keluar dan alhamdulillah lolos nilai minimal. Disusul 17 april
selesai kompre, setelah itu hiatus. Banyak factor yang membuatku lama
mengerjakan, terkait kesehatan mental, hubungan antar individu, materi yang
terasa berat, dan ekpektasi yang aku pengen. Berikut pelajaran dari masa hiatus
yang bisa ku ambil:
Tidak Percaya Diri
Perasaan minder, insecure,
ngga percaya sama kemampuan diri sendiri menghambat diriku untuk maju. Ini
sangat menyiksa diriku dengan pikiran, “kok aku ngerjainnya lama?” “kok aku
dulu ambil topik ini sih” “kok aku ngga bisa bikin kalimat paraphrase”. Padahal
disisi lain aku seneng belajarnya, memang bacaku yang lama bisa sampe 3 jam itu
baru satu bab, belum mencari inti kalimat, belum paham maksud tulisan.
Nyari Semangat
dan Mood
Saat lagi sedih banget dan
nangis-nangis, aku meluangkan waktu biar hatiku tertata. Kadang keblabasan
dengan perkataan “ya udah besok aja” “nunggu mood dulu ah” “tidur dulu bentar”
“baca webtoon dulu” “liat youtube cari motivasi”. Aku sering bolak balik dari
Klaten ke Semarang, cuma selang seminggu hanya buat nyari tempat ternyaman buat
fokus. Tapi ngga bisa focus. Bukan tempatnya tapi diriku, ada yang keliru. Perasaan
terus nyari semangat dan api motivasi ternyata ngga ada, dan perasaan ngga
tenang, ngerasa bersalah udah buang-buang waktu, ngga ngapa-ngapain itu semakin
besar. Rasa bersalah itu semakin besar ketika semakin jauh dari tanggungjawab
yang harus diselesaikan. Yang bikin makin sebel dengan diri sendiri adalah “kamu
tahu harus kemana, kamu tahu harus ngapain, tapi kenapa ngga balik-balik?”
![]() |
depan ruang dosen |
Skripsi itu Berat!
Skripsi adalah tugas akhir yang ngga
ada deadline dan pengen ngelakuin yang terbaik. Sedangkan ini pertama kalinya
aku bener-bener nulis ilmiah yang beneran bacain semuanya, sampe cara ngutip
juga aku ngga bikin asal-asalan. Kaget, iyapp banget malahan karna sebelumnya
bikin makalah atau paper ngga seketat itu buat aturan penulisannya. Adaptasi
cara nulis, cara ngutip, adaptasi otak biar biasa mikirin negara, adaptasi baca
dua bahasa inggris sama indo, nyari bahan dari Thailand yang lhaadalah ternyata
susah, hikss. Ini kerasa BERAT. Paradigma skripsi yang ideal dan kemampuanku
yang cupu, jadinya jomplang, mikir lagi, gimana caranya, berat, sampe tiap buka
laptop aja susah, baca ngga mudeng-mudeng, leherku udah tegang, kepalaku berat,
liat skripsiku bikin mual. Ini benaran.
Dengar, saat kita ngga bahagia
melakukan suatu kebaikan yang diperintahkan Allah. Pasti ada yang salah dengan
cara kita memahami maksud Allah. Perintah Allah sesungguhnya akan selalu
membawa diri dan hati kita pada ketenangan, itu sebabnya Alquran selain sebagai
al-huda juga sebagai obat. Bagiku sekarang mungkin mudah mengaji, sholat dhuha,
tetapi yang sulit itu jihad melawan hawa nafsu_ malas dalam diri kita. Bisa
jadi jerih payah proses menuntut ilmu itu ibadah yang lebih besar dari ibadah
wajib yang dilakukan. Ingat, sebuah hadist yang bilang barang siapa menuntut
ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga. Karena belajar itu mahal,
mahal waktunya, mahal tenaga, mahal pikiran. Aku ngerasa lebih tenang ketika, niat
belajar mengerjakan diluruskan untuk beribadah. Buat melaksanakan perintahnya
Allah, biar Allah yang menilai, tugasku hanya mengerjakan.
Okeee, sampai sini dulu karna aku
lupa mau cerita apa aja, yang jelas setelah pencarianku, jawabanya ada di
kalimat paling atas. Aku bersyukur menemukan hal yang menjawab “kenapa aku
tidak serajin dulu?” “kenapa aku ngga selesai-selesai” “kenapa aku ngga
semangat”. Minimal aku menemukan hal apa yang ingin aku cari, ingin ku
perjuangkan, biar apa? Aku malu sama Allah, udah dikasih banyak hal. Cuma
disuruh jadi orang baik doang, kasih manfaat ke orang, ya biar jadi orang yang
manfaat. Semoga teman yang sedang atau pernah mengalami fase ini juga menyadari
bahwa sebesar apapun itu masalah mu. Allah sudah menciptakan jawaban dan
kemudahan bersamaan dengan masalah itu, tinggal ayo berusaha jadi hamba Allah
yang baik. Semangat buat kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar