Selasa, 30 November 2021

Capek Skripsi Part 2

 

Capek Skripsi Part 2


“ketika ada energi lakukan sekarang, sekecil apapun langkahmu, mulai dari sekarang jangan menunda” 
bu Ratih (dosen ITS)

Quotes ini baru aku tahu setelah melalui satu tahun perjalanan mental yang melelahkan untuk menemukan arti kebahagiaan diriku sendiri. Perjalanan batin ini dimulai dengan skripsi. tugas akhir yang ketika mengawalinya membuatku merasa aku bukan apa-apa. Ekspektasiku ketinggian, pengen bikin karya luar biasa, pengen yang bener-bener dari usaha ku, pengen jadi karya terakhir sebelum lulus, dll. Mulanya aku berada pada titik aku sudah ketinggalan dari teman-temanku, mereka sudah bikin SK, udah mulai bimbingan, sedangkan aku masih mengurus organisasi sampai akhir tahun 2020. Pikiranku ngga fokus, terlebih dengan topik perbandingan yang aku sama sekali ngga bisa bahasa inggris. Masih bingung siapa yang mau jadi pembimbingku. >_<

            Aku mau membandingkan Indonesia dengan New Zealand, karena New Zealand adalah negara terdamai dan aman di dunia. Tetapi ngga ada garis hubungan yang bisa ku pahami, sama-sama beda sistem hukum, beda bentuk institusi, NZ mirip model Amerika sedangkan Indonesia mirip dengan Korea Selatan. Mulailah dari november sampai desember ku mencari negara yang memiliki kemiripan dengan Indonesia. Dari Belanda, Jerman, Rusia, Eropa Timur, Jepang, Malaysia, Singapura, Belgia, pencarianku berakhir di Thailand. Ini proses yang panjang ada perasaan seru karena aku seperti menjelajahi berbagai konstitusi di dunia, belajar jati diri negara melalui undang-undang dasarnya yang mau nda mau harus melihat profil negara tersebut. Di sisi lain sering overthinking dengan apakah aku mampu, apakah ini cuma keinginan sesaat untuk buat karya wow, atau menyalahkan diri sendiri yang ngga paham-paham sama alur topikku.

            Sampai akhir tahun, aku mengikuti webinar yang salah satu pembicaranya_ku lupa siapa_ berkata bahwa kunci skripsi ada di pengendalian dan adaptasi diri. Factor terhambatnya skripsi lebih didominasi karena factor diluar skripsi, beliau mencontohkan dengan orang yang sensitive dengan suara music yang keras di kos, sehingga kurang focus atau ada masalah keluarga,dll. Hal yang belum ku sadari bahwa mungkin saja itu bisa terjadi padauk, yang ku kira masalah yang mungkin hanya lah materiku yang cukup rumit dan perlu usaha lebih untuk mengerjakannya. Sampai awal januari 2021 saat banyak orang membuat resolusi untuk tahun 2021, aku tak melakukannya. Aku sibuk memikirkan apa yang harus ku lakukan, mulai darimana, dan bagaimana mencapainya. Ya ujung-unjung nya itu doang, pusing. Haha

            Aku bersyukur ketika aku mentok ngga tau harus bikin apa dan mulai darimana. Dosen pembimbingku menghubungi dan ngasih arahan. Dan aku mulai menelusuri skripsi kating yang menggunakan metode perbandingan. Singkat cerita selama 3 minggu aku selesai sampai bab 3 di pertengahan februari. Setelah acc SK dan proses isi sitedi ku mendaftar toefl, sambal belajar tiap hari liat youtube dan belajar mandiri dari ebook. 17 maret nilai toeflku keluar dan alhamdulillah lolos nilai minimal. Disusul 17 april selesai kompre, setelah itu hiatus. Banyak factor yang membuatku lama mengerjakan, terkait kesehatan mental, hubungan antar individu, materi yang terasa berat, dan ekpektasi yang aku pengen. Berikut pelajaran dari masa hiatus yang bisa ku ambil:

Tidak Percaya Diri

            Perasaan minder, insecure, ngga percaya sama kemampuan diri sendiri menghambat diriku untuk maju. Ini sangat menyiksa diriku dengan pikiran, “kok aku ngerjainnya lama?” “kok aku dulu ambil topik ini sih” “kok aku ngga bisa bikin kalimat paraphrase”. Padahal disisi lain aku seneng belajarnya, memang bacaku yang lama bisa sampe 3 jam itu baru satu bab, belum mencari inti kalimat, belum paham maksud tulisan.

Nyari Semangat dan Mood

            Saat lagi sedih banget dan nangis-nangis, aku meluangkan waktu biar hatiku tertata. Kadang keblabasan dengan perkataan “ya udah besok aja” “nunggu mood dulu ah” “tidur dulu bentar” “baca webtoon dulu” “liat youtube cari motivasi”. Aku sering bolak balik dari Klaten ke Semarang, cuma selang seminggu hanya buat nyari tempat ternyaman buat fokus. Tapi ngga bisa focus. Bukan tempatnya tapi diriku, ada yang keliru. Perasaan terus nyari semangat dan api motivasi ternyata ngga ada, dan perasaan ngga tenang, ngerasa bersalah udah buang-buang waktu, ngga ngapa-ngapain itu semakin besar. Rasa bersalah itu semakin besar ketika semakin jauh dari tanggungjawab yang harus diselesaikan. Yang bikin makin sebel dengan diri sendiri adalah “kamu tahu harus kemana, kamu tahu harus ngapain, tapi kenapa ngga balik-balik?

depan ruang dosen


Skripsi itu Berat!

            Skripsi adalah tugas akhir yang ngga ada deadline dan pengen ngelakuin yang terbaik. Sedangkan ini pertama kalinya aku bener-bener nulis ilmiah yang beneran bacain semuanya, sampe cara ngutip juga aku ngga bikin asal-asalan. Kaget, iyapp banget malahan karna sebelumnya bikin makalah atau paper ngga seketat itu buat aturan penulisannya. Adaptasi cara nulis, cara ngutip, adaptasi otak biar biasa mikirin negara, adaptasi baca dua bahasa inggris sama indo, nyari bahan dari Thailand yang lhaadalah ternyata susah, hikss. Ini kerasa BERAT. Paradigma skripsi yang ideal dan kemampuanku yang cupu, jadinya jomplang, mikir lagi, gimana caranya, berat, sampe tiap buka laptop aja susah, baca ngga mudeng-mudeng, leherku udah tegang, kepalaku berat, liat skripsiku bikin mual. Ini benaran.

            Dengar, saat kita ngga bahagia melakukan suatu kebaikan yang diperintahkan Allah. Pasti ada yang salah dengan cara kita memahami maksud Allah. Perintah Allah sesungguhnya akan selalu membawa diri dan hati kita pada ketenangan, itu sebabnya Alquran selain sebagai al-huda juga sebagai obat. Bagiku sekarang mungkin mudah mengaji, sholat dhuha, tetapi yang sulit itu jihad melawan hawa nafsu_ malas dalam diri kita. Bisa jadi jerih payah proses menuntut ilmu itu ibadah yang lebih besar dari ibadah wajib yang dilakukan. Ingat, sebuah hadist yang bilang barang siapa menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga. Karena belajar itu mahal, mahal waktunya, mahal tenaga, mahal pikiran. Aku ngerasa lebih tenang ketika, niat belajar mengerjakan diluruskan untuk beribadah. Buat melaksanakan perintahnya Allah, biar Allah yang menilai, tugasku hanya mengerjakan.

            Okeee, sampai sini dulu karna aku lupa mau cerita apa aja, yang jelas setelah pencarianku, jawabanya ada di kalimat paling atas. Aku bersyukur menemukan hal yang menjawab “kenapa aku tidak serajin dulu?” “kenapa aku ngga selesai-selesai” “kenapa aku ngga semangat”. Minimal aku menemukan hal apa yang ingin aku cari, ingin ku perjuangkan, biar apa? Aku malu sama Allah, udah dikasih banyak hal. Cuma disuruh jadi orang baik doang, kasih manfaat ke orang, ya biar jadi orang yang manfaat. Semoga teman yang sedang atau pernah mengalami fase ini juga menyadari bahwa sebesar apapun itu masalah mu. Allah sudah menciptakan jawaban dan kemudahan bersamaan dengan masalah itu, tinggal ayo berusaha jadi hamba Allah yang baik. Semangat buat kita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Capek Skripsi Part 2

  Capek Skripsi Part 2 “ketika ada energi lakukan sekarang, sekecil apapun langkahmu, mulai dari sekarang jangan menunda”   bu Ratih (dose...